Senin, 29 Juni 2009

Puisiku

Ritus Tenung


Ilalang melayang dalam lelap mimpi

berkelindan dalam gua gelap

Lalu lenyap senyap saat kelepak sayap

Kelelawar menjelma hantu penghisap

seringai taring menusuk

tengkuk, maka

menyingkirlah dari ritus tenung

Ada lenguh dalam keluh

Ada keluh yang melenguh

dalam sebuah ajang pembantaian

Ajal hanya akan sia-sia

melambaikan jemari yang patah

keluh yang luruh dalam airmata

beku lalu mencair , maka

menyingkirlah dari percik darah

Mantra tenung, mantra tawar

Saling mematuk runcing paruh-paruhya

jarum berkarat dan rambut ijuk

menyangkut dilambung

nyawapun kejang meregang

(Wahai,perempuan pendendam

Kauambil segenggam tanah “penumpas”

Tanam atau taburkan empat penjuru,berkatalah

“tumpas,tumpas,tumpas”)

(2009)


Dengan Selembar Karcis


Dengan selembar karcis kulewati pintu portir

Masuklah kedalam,katanya

kaulihat pertunjukan mimpimu

Akupun merenung dan bercermin berkali-kali

dari muka air sumur

yang memantulkan bayang kesia-siaan

Ketika usia lapuk

digerogoti kencingmanis asamurat bahkan stroke

Tidak mungkin lagi menghindar dan sembunyi

menutup mata dengan sepuluh jari

Dengan selembar karcis kulewati pintu portir

Katakan selamat tinggal, katanya

Akupun mengintip dari jeruji mimpi

Lihatlah duka dan kemiskinan telah kauwariskan

Kauhitung sendiri berapa banyak jejak

berserak – mengerak

menjadi jamur

ditimbunan sampah umur

Radangpun mengoyak

Saat sang waktu terus memburu

(Berapa lembar lagi karcis

yang masih terselip disaku celana

aku tidak berani menghitungnya)


(2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar