Ritus Tenung
Ilalang melayang dalam lelap mimpi
berkelindan dalam gua gelap
Lalu lenyap senyap saat kelepak sayap
Kelelawar menjelma hantu penghisap
seringai taring menusuk
tengkuk, maka
menyingkirlah dari ritus tenung
dalam sebuah ajang pembantaian
Ajal hanya akan sia-sia
melambaikan jemari yang patah
keluh yang luruh dalam airmata
beku lalu mencair , maka
menyingkirlah dari percik darah
Mantra tenung, mantra tawar
Saling mematuk runcing paruh-paruhya
jarum berkarat dan rambut ijuk
menyangkut dilambung
nyawapun kejang meregang
(Wahai,perempuan pendendam
Kauambil segenggam tanah “penumpas”
Tanam atau taburkan empat penjuru,berkatalah
“tumpas,tumpas,tumpas”)
Dengan Selembar Karcis
Dengan selembar karcis kulewati pintu portir
Masuklah kedalam,katanya
kaulihat pertunjukan mimpimu
Akupun merenung dan bercermin berkali-kali
dari muka air sumur
yang memantulkan bayang kesia-siaan
Ketika usia lapuk
digerogoti kencingmanis asamurat bahkan stroke
Tidak mungkin lagi menghindar dan sembunyi
menutup mata dengan sepuluh jari
Dengan selembar karcis kulewati pintu portir
Katakan selamat tinggal, katanya
Akupun mengintip dari jeruji mimpi
Lihatlah duka dan kemiskinan telah kauwariskan
Kauhitung sendiri berapa banyak jejak
berserak – mengerak
menjadi jamur
ditimbunan sampah umur
Radangpun mengoyak
Saat sang waktu terus memburu
(Berapa lembar lagi karcis
yang masih terselip disaku celana
aku tidak berani menghitungnya)
(2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar